Senin, 16 Juni 2008

POLIGAMI atau SELINGKUH,
JALAN PEMUASAN NAFSU
Oleh: Syahrul Muflikhun
100710246
Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR

Pada akahir-akhir ini masalah poligami menjadi buah bibir masyarakat, apalagi pasca Pernikahan kedua Aa Gym dengan Alfarini Eridani, janda beranak 3 berumur 37 tahun, menjadi polemik di masyarakat. Bahkan Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, dan Presiden SBY didamping Ny. Ani Yudhoyono perlu melakukan pertemuan khusus untuk memperbincangkan polemik ini.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pernikahan Aa Gym. Pernikahan itu syah secara hukum agama maupun administrastif, bahkan telah mendapat ijin dari istri Aa Gym, Teh Ninih. Alfarini Eridani pun sadar saat dinikahi bahwa kelak dirinya akan menjadi istri kedua. Tapi justru yang keblingsatan adalah jamaah Aa Gym, terutama kaum hawa.
Tulisan ini bukan membahas polemik pernikahan kedua Aa Gym. Itu hak beliau dan wilayah private yang tidak layak dipergunjingkan. Hanya saja, pada saat polemik poligami ini mendapat perhatian serius dari Istana, pada saat bersamaan kita dikejutkan dengan terbongkarnya skandal sex anggota DPR Yahya Zaini dan artis Maria Eva, partner selingkuhannya.
Aa Gym, Teh Ninih, Teh Rini, Yahya Zaini dan Maria Eva hanyalah korban dari sebuah perdebatan wacana di media. Poligami versus Selingkuh Itulah perbincangan seriusnya.
Sampai tahun 2000, jumlah penduduk Indonesia adalah 206,264,595 jiwa. Dari jumlah tersebut, rasio antara penduduk laki-laki dengan perempuan adalah 100,6. Artinya, penduduk laki-laki di Indonesia lebih banyak 0,6% daripada perempuan. Rasio ini cenderung meningkat secara kontinu sejak sensus 1971.
Data tersebut membantah pendapat kebanyakan orang yang mendukung poligami bahwa poligami dibenarkan karena jumlah penduduk perempuan lebih banyak. Padahal pendapat itu tidak benar! Data penduduk di negara manapun, rasio jumlah laki-laki dan perempuan tidak berbeda jauh. Selisihnya dibawah 5% dari jumlah penduduk. Bahkan menurut ilmu genetik, probabilitas kelahiran anak laki-laki dan perempuan adalah 1:1. Dengan mengasumsikan margin error dibawah 5%, maka tetap disimpulkan bahwa jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah sama.
Dari wacana di atas, mengenai masalah poligami sudah pasti ada yang setuju dan ada yang tidak setuju tengtang masalah tersebut. Yang setuju kebanyakan menjadikan agama sebagai acuan, karena memang dalam Islam hal tersebut diperbolehakan,sebagaimana yang di lakukan Aa Gym, tentunya dengan syarat-syarat tertentu salah satunya adalah adil, sedangkan bagi mereka yang tidak setuju (di motori oleh kaum Feminis) kebanyakan berpendapat bahwa hal tersebut dapat menimbulkan masalah sosial dalam masyarakat ada yang mengatakan dapat menimbulkan kecemburuan dari pihak istri,kecondongan suami pada salah satu istri, sampai ketidakadilan suami dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani sang istri. Semuanya tersebut merupakan ketakutan para istri terhadap poligami sang suami. Karena memang Secara psikologi, poligamii terdapat dampak negatifnya. Banyak dari kalangan perempuan kalau ditanya tentang poligami, jawaban mereka selalu menolak untuk dipoligami walaupun tidak sampai mengharamkan poligami itu sendiri. Ini bukanlah sebuah rahasia, melainkan sebuah kenyataan yang sudah merata. Alasan mereka yang pasti adalah karena tidak ada wanita yang ingin dimadu (dipoligami), karena menurut mereka dimadu suami itu menyakitkan hati. Lebih lagi kalau sang suami tidak dapat memberi perhatian penuh karena harus membagi waktu dan lain-lain agar bersikap adil bersama istri-istri yang lain.
Terlepas dari masalah perbedaan pendapat dari masyarakat mengenai poligami, poligami merupakan salah satu fenomena yang terjadi dalam masyarakat, poligami merupakan bentuk dari sebuah perkawinan, ada yang memilih memilki istri satu (monogami), ada pula yang memilih memiliki lebih dari satu istri yang kemudian kita kenal dengan poligami.
Selain poligami ada juga istilah lain yang sering kita jumpai yaitu poliandri, dimana seorang perempuan mempunyai suami banyak, poligami sering dijadikan permasalahan jender, karena dalam masyarakat yang dianggap tidak melanggar norma adalah poligami, sebaliknya poliandri dalam kalangan masyarakat dianggap sebuah tindakan yang melanggar norma, sehingga timbul anggapan ketidakadilan antara kaum istri dengan kaum suami. Namun jika kita kaji lebih dalam lagi, pasti seorang laki laki mempunyai alasan tertentu, mengapa dia melakukan poligami.
Ada hal yang menarik dari poligami, benarkah poligami merupakan sarana memuasan nafsu? Bagaimana juga jika kita bandingkan dengan selingkuh dan pelacuran? Mari kita bahas hal menarik ini.
Ada dua motivasi yang dapat dibenarkan seseorang melakukan poligami. Yang pertama adalah alasan dakwah, kedua mengangkat kehormatan perempuan. Rasulullah dan para shahabat mengambil jalan poligami untuk sebuah misi besar: dakwah. Dua motivasi itu di masa sekarang sangat jarang sekali ditemukan sebagai motivasi saat memutuskan beristri lebih dari satu. Maka ketika seorang tokoh yakni Aa Gym, yang banyak diidolakan ibu-ibu dan remaja-remaja putri mengambil jalan poligami, bermuncullan-lah penolakan. Mereka cemas, jalan yang diambil Aa Gym akan menjadi teladan bagi para suami untuk melakukan poligami. Itulah yang lebih ditakutkan oleh ibu-ibu. Apalagi alasan yang digunakan Aa Gym lagi-lagi adalah alasan sexuality. Ketakutan para ibu tersebut. Bukankah sampai detik ini jalan poligami Rasulullah pun selalu dijadikan justifikasi oleh sebagian lelaki yang pro-poligami. Namun anehnya, pada saat bersamaan praktek perzinahan anggota DPR justru mendapat simpati yang luas dari masyrakat; dengan menganggap orang-orang terlalu mencampuri urusan pribadinya Yahya Zaini dan Maria Eva. Ironis! Padahal keduanya sama-sama realitas sexual.
Terlepas dari semuaitu, sexuality sebagai motivasi poligami adalah sebuah realitas, tetapi yang perlu dicatat adalah hal tersebut bukanlah hal yang utama, sebagaimana yang saya katakan di atas ada hal lain yang menjadi alasan seorang untuk berpoligami. Tidak hanya itu ada lagi permasalahan yang sekarang menjadi bomerang dalam masyarakat, Di tengah polemik boleh atau tidaknya poligami, sebagian kita membiarkan begitu saja perzinahan, pelacuran, dan perselingkuhan. Perzinahan dianggap sebagai wilayah private, pelacuran dipandang sebagai realitas, dan selingkuh seakan menjadi pemanis kehidupan rumah tangga. Padahal 3 poin diatas adalah realitas sexuality yang belum tertuntaskan. Dunia permesuman diatas nyata-nyata menjadikan perempuan sebagai objek sex!
Setiap upaya memberantas kemaksiatan dunia permesuman diatas, selalu ditolak dengan mereduksi persoalan sexuality ke wilayah private. Saat poligami ditawarkan sebagai solusi, tiba-tiba persoalan sexuality menjadi wilayah publik. Sebagian orang seolah merasa punya hak menolak, mengecam bahkan mengkriminalkan orang-orang yang berpoligami; dunia sex nya orang lain; bahkan jika bisa memenjarakan para lelaki yang berpoligamI, maka bukan hal yang mustahil para kaum feminis akan melakukan ha tersebut. Dengan membiarkan kemaksiatan, secara tidak langsung, kaum feminis dan pejuang kesetaraan jender mengakui bahwa sexuality adalah realitas yang tak terbantahkan. “Biarlah para lelaki berselingkuh dan memenuhi hasrat sexualnya, asalkan tidak menikah lagi.” Ingatlah, saat para suami berselingkuh, akan hadir perempuan-perempuan sebagai teman selingkuhan. Beberapa orang melihat masalah ini sebagai peluang usaha: lahirlah bisnis prostitusi.
Yang terakhir yang ingin saya sampaikan, bahwa setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dibekali nafsu, maka bagaimana nafsu itu menguasai dirinya, tergantung diri individu masing-masing, termasuk nafsu seksual. Poligami merupakan salah satu cara untuk menyalurkan hasyrat biologis terhadap lain jenis secara syah, tapi perlu diingat, tidak semudah itu ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang mau berpoligami, sekali lagi Gagasan poligami sebagai gagasan sosial secara normatif adalah gagasan yang sangat positif. Daripada membiarkan praktek perselingkuhan dan pelacuran tumbuh subur, poligami adalah solusi baik. Meski legalisasi poligami tidak serta merta menghapus praktek pelacuran, namun setidaknya kita menutup terbukanya peluang perselingkuhan atau pelacuran. Citra buruk yang melekat pada poligami lebih disebabkan karena banyak penyelewengan dan ketidakadilan dalam praktek poligami. Kasus-kasus tersebut tidak serta merta mengkriminalisasi gagasan poligami. Hukum normatif tidak bisa direduksi hanya karena penyelewengan oleh manusianya. Hukum normatif adalah tatanan ideal masyarakat. Jika terjadi penyelewengan itu lumrah. Disinilah letak peranan istitusi hukum menegakkan tatanan tersebut. Urusan sexual memang wilayah private. Namun praktek sexual yang tak beraturan dapat menjadi masalah sosial.

Wallahu a’lamu bishowab....

Daftar pustaka:
http://thethreelions.wordpress.com/2006/12/11/realitas-sexual-poligami-vs-selingkuh/

http://akitiano.blogspot.com/2007/12/poligini-adalah-sunnah-nabi.html

sebelum selesai saca humor dulu yuk.............

Humor Poligami

Beberapa pasang suami istri ber-agrowisata ke sebuah peternakan kuda.
Mereka dipandu oleh sang pemilik peternakan yang sangat membanggakan kuda-kudanya:
"Bapak-bapak & ibu-ibu coba lihat kuda jantan hitam itu, ia mampu membuahi
betina sampai lima kali sehari!"
Para ibu pun berkasak-kusuk membisiki suaminya: "Tuh Pak, lima kali sehari..."
Bapak-bapak hanya diam menyesali kekurangannya. ..
"Nah, Bapak-bapak dan ibu-ibu kalau kuda putih yang itu, ia mampu berhubungan dengan betinanya sampai sepuluh kali sehari...!!! "
Para ibu kali ini menggumam semakin keras kepada suaminya: "Tuh Pak, sepuluh kali sehari...!!! "
Kelompok Bapak pun kembali terdiam... dan semakin hilang PeDe-nya...
Tiba-tiba salah seorang dari mereka bertanya kepada pemilik peternakan:
"Sepuluh kali itu dengan satu betina atau lebih, Mas?"
"Yaaaa, dengan sepuluh betina yang berlainan dong Pak!"
"Tuh Bu, dengan sepuluh betina...!!! "
Ibu-ibu peserta tur langsung mengajak para suaminya beranjak, dan meninggalkan tempat itu.

Tidak ada komentar: